Jumat, 20 Maret 2009

CONTOH BIJAK

Kisah sukses seorang mantan petugas keamanan

Fauzi Saleh, contoh seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan karyawannya. Derai tawa dan langgam bicaranya khas betawi. Itulah gaya H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya.

Pengusaha perumahan mewah Pesona Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota.

Saat itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan ibarat roda yang berputar.
>
Sekarang posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada hari ulang tahunnya itu, pria bertubuh kecil ini memberikan 50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji. Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh mendapat Rp 5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di kompleks perumahan Pesona Depok.

Sikap dermawan ini tampaknya tak lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja padanya sebagai kekasih. “Karena mereka bekerjalah saya mendapat rezeki.”, katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata ampuh untuk
memajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja bahu-membahu. “Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri.” Katanya.

Prinsip manajemen “Bismillah” itu telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman,sebesar 30 juta, beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di jalan jatipadang, jakarta selatan.

Untuk menyiapkan rumah itu secara utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12 orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp 51 juta. Uang hasil penjualan itu selanjutnya digunakan untuk membeli tanah,
membangun rumah, dan menjual kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360 unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500 unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.

Harga rumah group pesona milik Fauzi tersebut antara 200 juta hingga 600 juta per unit. Yang menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh, keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pertengahan september lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir. Setiap orang yang hadir mendapatkan sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketika
beranjak pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp 10.000. tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini.

“Ini semua dari Allah. Saya tidak ada apa2nya.” Kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini. Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Allah, Fauzi tidak lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah kaum dhuafa dan janda telah disantuninya. Usaha yang dijalankannya tersebut, menurut Fauzi ibarat menanam padi. “Dengan bertanam padi, rumput dan ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak akan tumbuh”. Kata Fauzi.

Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha untuk dirinya sendiri. “Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial.” Katanya.

Sekitar 60 % keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp 70 milyar yang digunakan untuk kegiatan sosial.

“Jadi, keuntungan perusahaan ini adalah nol.” Kata Fauzi. ” Jika setiap bangun pagi , kita bisa mensyukuri dengan tulus apa yang
telah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa menikmati hidup ini dengan bahagia”

Minggu, 15 Maret 2009

Nagari

Rifki (Wali Nagari Ampang Gadang), dalam sebuah coretannya:

Nagari, adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia di bawah kecamatan. Istilah "Nagari" menggantikan "desa", yang sebelumnya digunakan di Sumatera Barat, seperti halnya di provinsi-provinsi lain di Indonesia. Sebuah Nagari dipimpin oleh Wali Nagari.

Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nagari bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan Nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Nagari memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah Nagari dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.

Struktur pemerintahan

Nagari dipimpin oleh seorang Wali Nagari, dan dalam menjalankan pemerintahannya, Wali Nagari dibantu oleh beberapa orang anak Nagari selaku Perangkat Nagari, diantaranya sebagai Sekretaris Nagari, Bendahara Nagari dan beberapa orang Kaur (Kepala Urusan) dan Wali Nagari pun dibantu oleh Wali Jorong (disesuaikan dengan jumlah Jorong yang ada di Nagari) semacam ketua RT. Wali Nagari dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis. Biasanya yang dipilih menjadi wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam budaya Minangkabau, sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi anak nagari.

Dalam sebuah Nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari, yakni lembaga yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai (kaum intelektual) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu Nagari. Keputusan keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara Wali Nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari Nagari.

Di sejumlah Kabupaten, Nagari memiliki wewenang yang cukup besar. Misalnya di Kabupaten Agam, Nagari memiliki 111 kewenangan dari Pemerintah Kabupaten, termasuk di antaranya pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU).

Sejarah

Nagari telah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Pagaruyung pada dasarnya merupakan federasi nagari-nagari yang berada di Minangkabau. Kemungkinan besar sistem nagari juga sudah ada sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan tersebut.

Pada masa penjajahan Belanda pemerintah kolonial mengubah tatanan pemerintahan nagari agar mendukung pemerintahan. Kerapatan Nagari dijadikan sebagai lembaga pemerintahan terendah. Penghulu-penghulu yang dulunya memimpin nagari secara bersama-sama sekarang diharuskan untuk memilih salah satu di antara mereka sebagai Kepala Nagari.

Pada tahun 1914 dikeluarkan Ordonansi Nagari yang membatasi anggota kerapatan nagari hanya pada penghulu yang diakui pemerintah Hindia Belanda.

Setelah proklamasi kemerdekaan sistem nagari ini diubah agar lebih sesuai dengan keadaan zaman. Pada tahun 1946 diadakan pemilihan langsung di seluruh Sumatra Barat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Nagari dan Wali Nagari. Calon-calon yang dipilih tak terbatas pada penghulu saja. Partai politik pun boleh mengajukan calon. Pada kenyataannya banyak anggota Dewan Perwakilan Nagari dan Wali Nagari terpilih yang merupakan anggota partai. Masyumi menjadi partai yang mendominasi. Dalam masa perang kemerdekaan dibentuk juga organisasi pertahanan tingkat nagari, yaitu Badan Pengawal Negeri dan Kota (BNPK). Badan ini didirikan atas inisiatif Chatib Sulaiman.

Kabinet Natsir tahun 1951 membekukan Dewan Perwakilan Rakyat di provinsi Sumatera Tengah yang juga mencakup wilayah Sumatera Barat sekarang. Dengan demikian dewan perwakilan tingkat nagari pun statusnya menjadi tidak jelas.

Tahun 1974 Gubernur Harun Zain memutuskan untuk mengangkat Kepala Nagari sebagai pelaksana pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari sebagai lembaga legislatif terendah. Namun keputusan ini hanya berumur pendek. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, sistem Nagari dihilangkan, dan jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan Wali Nagari dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para Kepala Desa.

Meskipun demikian nagari masih dipertahankan sebagai lembaga tradisional. Perda No. 13 1983 mengatur tentang pendirian Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tiap-tiap nagari yang lama. Namun KAN sendiri tidak memiliki kekuasaan formal.

Perubahan peta politik nasional yang terjadi kemudian membangkitkan kembali semangat masyarakat Sumatera Barat untuk kembali menjalankan pemerintahan Nagari. Dengan berlakunya Otonomi Daerah pada tahun 2001, istilah "Nagari" beserta keistimewaannya kembali digunakan di Sumatera Barat.

Ampang Gadang, Maret 15 2009

Pukul: 20.05 wib

RIFKI



Sabtu, 14 Maret 2009

RantauNet@googlegroups.com

From: benni inayatullah [mailto:proto_mel...@yahoo.com]

Runsanak-runsanak yang ambo banggakan,
Terus terang,setelah saya melihat dan mengamati, saya mencoba untuk memberi sedikit opini saya tentang KELEMAHAN ORANG MINANG. Sebenarnya Orang Minang pinter-nya hanya sebatas berkata-kata, berdebat, berteori, tetapi jarang yang mau berbuat secara nyata. Sehingga di saat dunia berpacu sepertinya sekarang ini,kita masih jauh tertinggal di belakang. Karena kita baru bisa sekedar berteori, sementara orang lain sudah mempraktekannya. Ambo pikia, orang minang dengan kepinteran yang luar biasa ini akan sangat potensial sekali kalau bisa berbuat nyata. Kita membutuhkan orang2 yang mau berbuat nyata saat ini. Kita sudah lelah dengan berbagai Teori, Seminar, Kursus, Studi Banding ke Luar Negri dsb. Yang kita butuhkan sekarang ini berbuat secara nyata di tengah2 masyarakat. Sekalipun kecil dan sedikit,tetapi ada hasil perbuatan kita itu.

Saya sangat menghargai apa pun pendapat Runsanak tentang opini ini, tetapi paling tidak kita MAU BERBUAT YANG TERBAIK UNTUK KAMPUNG HALAMAN KITA. Dan itulah salah satu PR dari dan untuk kerja nyata kita sebagai orang minang.

Wassalam

-----Original Message-----

From: benni inayatullah [mailto:proto_mel...@yahoo.com]
Sent: Thursday, March 13, 2009 9:39 AM
To: RantauNet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Re: Trans Sumatra

OPINI BA--NAGARI

URANG MINANG DULU SANGAT TERKENAL DENGAN SOPAN SANTUN DAN TATA KRAMA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT. JUSTRU HAL ITU SEMAKIN MEMUDAR DALAM KEHIDUPAN URANG MINANG SAAT KINI. INI ADALAH SEBAGIAN PESAN UNTUAK ANAK JO KAMANAKAN AMBO. BAIK YANG ADA DIKAMPUANG HALAMAN ATAU DIRANTAU.

Ada beberapa cacatan BUDAYA TARATIK Urang Minang

yang perlu diketahui oleh kita semua.


a. Taratik duduak tagak

Adinegoro, pernah mengcover "99 SALAH" dalam sebuah tata kritiknya dalam disiplin adat Minang. Di antaranya salah sikek, salah tagak, salah duduk dll. Salah duduk digambarkannya: baju lapang nan bapakai/ nan tuo didahulukan/ patuik bajuntai bajuntai/ patuik baselo baselo/ duduk jan galisah. Dalam pergaulan, ninik mamak marah serta merta bila kapanakan mengangkat kaki saat duduk di depan mamak.

Di dalam perhelatan juga ditata adat jangan sampai masyarakat adat salah kadudukan. Bentuknya mamak tidak duduk di ujung, sumando tidak duduk di pangka.

Lebih luas dalam tata pergaulan sosial masyarakat adat, ada proporsi yakni duduk tagak sesuai dengan tata karama. Janggal seseorang duduk atau tagak di tapi labuah. Jangan duduk tagak di labuah, nanti bisa tasinggung ka nanyiak talantung ka turun. Demikian gaya tagak dan tagak itu di labuah nan golong pula (termasuk di pinggir jalan). Tagak pinggang di tapi labuah nan golong diartikan di dalam persepsi adat dengan mancari lawan. Kalau lawan dicari pasti dapaek lawan. Perinsip orang Minang, lawan indak dicari basuo pantang dielakan.

b. Taratik Bakawan

Tertib berkawan di Minangkabau mencerminkan citra kawan sejati. Dalam Islam diamanahkah innama l-mukminuna ikhwah. Dirinya sama dengan diri temannya. Lama dek awak katuju dek urang, tidak lamak dek kukuran saja, tajam sabalah, karambi nan habis. Nilai ini mengaplikasikan ajaran Islam …yuhib linafsihi (mencintai teman sama dengan diri sendiri).

Citra bakawan dalam tataran adat Minang, di antaranya malu samo ditutuik, tuah samo dicari. Kalau rugi samo mancucui, kalau balabo samo dibagi, jan diguluang surang. Barek tolong manolong. Lupo baingekan, talalok bajagokan, salah basapo tuka baasak.

Merawat citara bakawan itu di Minang, diingatkan bakawan jo rang maling tabao maling, bakawan jo rang alim tabao alim.

c. Taratik Bakato

Teknik berbicara diajarkan oleh adat, bakato marandah dan mangecek gulung-gulung lidah. Dengan siapa lawan bicara, sudah tahu lawan bicara, berbicaralah tapi tahu dengan nan ampek.

Tempat berbicara pun haras diperhatikan. Kata adat: batampek mangecek, ota lapau di lapau, ota adat dalam upacara adat. Materi bicara pun diamanahkan, hati-hati, apa yang manjadi buah kecek). Nilai ini berakar dari katao syarak: kalau mangecek ada tiga teknik dan materi serta lawan bicara. Kepada yang dimuliakan gunakan teknik kata karim (bicara yang tidak menjatuhkan martabat dan kemuliaan orang yang lebih tua dan terhormat), kata makruf (bicara benar kenal dengan lawan bicara, sehingga tidak melecehkan dan menyinggung), dan kata sadid (bicara yang halus, bening dan menyejukan semua lapisan lawan bicara). Mangango dulu baru mangecek, supaya berbicara tidak seenak perut. Mangango dulu baru mangecek sebenarnya mengidentifikasi keteladanan cara berkatanya Nabi saw dalam keyakinan syari’at: nuthqi dzikran (bila ku berbicara, berarti ku mengingat Allah). Terhindar berbohong. Orang berbohong sama bertopeng, gugup, takut, bingung kalau-kalau sikap kamuflasenya dan topengnya terbuka.

d. Taratik bajalan, kapai dan kapulang

Bajalan, pulang dan pergi adat tertib sosial masyarakat Minang. Berjalan digambarkan dalam kewaspadaan adat: enjek-enjek kaki, jan ada kesan saumpamo kacang diabuih ciek.Dalam berjalan bajalan ba nan tuo. Dalam Islam berjalan terutama berombongan minimal dua orang, harus ada yang memimpin (nan tuo, umur dan kecakapan).

Dalam berjalan, minta permisi nak daulu, kalau ingin lebih cepat. Abi cupak dek karelaan, lipuih adok jo palilisan (mendahului orang tua tanpa izin ntar kualat lu). Dalam sebuah perjalan ada yang ditinggalkan, diatur etikanya: pai jo mufakat – jansampai tak babarito. Tingga jo runding – jan sampai tak tampak punggung.

Pulang babarito. Pasti banyak yang dilihat dalam jauhnya berjalan dan banyak nan basuo. Pulang tampak muko, perlihatkan muko nan janiah dn hati nan suci. Berceritalah, jauh bajalan banyak nan basuo.

e. Taratik babuek

Babuek (bekerja) dalam tata krama adat diingatkan, jan sumbang salah, dago dagi. Jangan sampai terpanjat kayu berduri, setidaknya cemo, karena basuluah mato hari, bagalanggang mato rang banyak. Implikasinya membuat pribadi selalu bingung dan tegang. Orang, sekali loncong ke ujian seumur-umur orang tidak percaya.Untuk memelihara perbuatan, padai-padai berbuat baik, berbuat buru jauh sekali.

f. Taratik mambagi hak dan kewajiban

Nagari sudah mempunyai kewenangan dalam pemerintahannya. Kewenangan ada dua sifat, yakni otonomi murni dan sektoral. Dalam pelaksanaannya pemerintahan nagari didasarkan kepada nilai-nilai adat salingka nagari baik dalam sisteim nilai maupun secara struktural yang bapucuk bulek ke atas dan berakar kebawah.

g. Taratik mandi

Tatakrama mandi, nilai adat menanamkan ajaran antri. Bak pai orang mandi nan daulu didaulukan. Etika mandi ini dahulu terlihat citra mandi di picuran.

Berbeda mandi di tepian. Tepian itu sendiri menjadi forum mengukuhkan mungkin dan patuik. Makanya nilai mandi di tepian diajarkan adat: mandi di bawuah-bawuah (baruh) sama halnya dengan berbicara merendah :mangecek di bawah-bawah). Mandi di baruh itu ada nilai kemanusiaan. Kalau tidak mau di baruh mandi, di atas (di hulu) jangan seenaknya berak dan kencing di atas. Siapa seenaknya kencing dan berak di tepian atas, berarti tidak menghargai orang di baruh, melanggar HAM orang di baruh dan suatu pertanda orang di atas dikhawatiri imannya, karena tidak mengasihi orang lain seperti dirinya.

Mandi di tepian bakain sampiang. Kain samping itu di waktu pagi orang melihat, kalau kain samping basah dan tersampai di sampaian, tando orang di rumah itu sudah sumbayang subuh.

h. Taratik makan dan minum

Tatakrama makan minum, duduak baselo bagi laki-laki, basimpuah bagi parampuan. Mulai makan diisyaratkan kulimek (hemat). Meskipun lapar, dihindari terlihatnya citra lapa dan cangok (rakus).

Ibarat menaiki jenjang mulai dari tangga pertama. Kalau ada 7 macam makanan, mulailah mengambilnya dari sayur. Ingat ajaran Nabi Sulaiman!, membuang orang kelaut karena tatakrama makan tidak tahu, memulai mengambil sambal dari ikan.

Kapasitas makan tidak boleh israf (berlebih), sasuok duo suok kanyang. Kalau mau makan banyak dan kenyang-kenyang di rumah sendiri. Di tempat rami atau kenduri makan baradat, diutamakan basa basi. Karenanya jangan terkesan rakus dan tak tahu adat, disunatkan sebelum pergi baralek makan dahulu di rumah, supaya nafsu makan kurang dan tidak terjangkaukan tangan kepada makanan yang jauh dianggap cemo di mata orang banyak.

Minum juga demikian ada tatakrama. Kalau minum pakai tadah dan ditutup minuman untuk penghulu. Dalam kenduri kalau belum dipersilakan minum, tidak boleh minum. Kalau bertamu dan diberi minum, gelasnya pakai tadah, maka etikanya mengangkat gelas dengan tadahnya pada hirupan pertama.

i. Jago dan lalok

Tidur pun ada kearifan orang adat. Kalau mau tidur, sesuaikan panjang badan jo laweh lapiak. Lalok basamo jan mangatua (bagalung). Dicegah banyak tidur siang, atau bangun tinggi hari. Biasa jadi ocehan lalok tinggi hari (siang), ditandai sikapnya suka main enak saja. Suka mendapat saja tanpa banyak bekerja. Urang laweh pusako pamalas, urang lalok tinggi hari yang mendapat, sebuah kias.

Situasi lalok pun diberi isyarat adat. Jan lalok paruik kanyang, putih urek paruik. Jan manangkuik mati amak. Lalok sesudah makan dicap kebiasaan buruk dalam adat.

***

Betapa mempesona sikap keseharian orang Minang sebagai kelompok sosial adat dan Islam dalam tataran Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah. Pada bagian akhirnya ditegaskan, tersosialisasinya ABS-SBK ini dan menjadi kode prilaku orang Minang dalam kehidupan sehari-harinya, pastilah akan mengukuhkan citra Minang kelompok masyarakat adat dan Islam itu. Pada gilirannya cita nagari akan mudah diwujudkan: nagari aman, rakyat sanang, padi manjadi.

Agam, 06 Maret 2009

Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo