Sabtu, 14 Maret 2009

OPINI BA--NAGARI

URANG MINANG DULU SANGAT TERKENAL DENGAN SOPAN SANTUN DAN TATA KRAMA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT. JUSTRU HAL ITU SEMAKIN MEMUDAR DALAM KEHIDUPAN URANG MINANG SAAT KINI. INI ADALAH SEBAGIAN PESAN UNTUAK ANAK JO KAMANAKAN AMBO. BAIK YANG ADA DIKAMPUANG HALAMAN ATAU DIRANTAU.

Ada beberapa cacatan BUDAYA TARATIK Urang Minang

yang perlu diketahui oleh kita semua.


a. Taratik duduak tagak

Adinegoro, pernah mengcover "99 SALAH" dalam sebuah tata kritiknya dalam disiplin adat Minang. Di antaranya salah sikek, salah tagak, salah duduk dll. Salah duduk digambarkannya: baju lapang nan bapakai/ nan tuo didahulukan/ patuik bajuntai bajuntai/ patuik baselo baselo/ duduk jan galisah. Dalam pergaulan, ninik mamak marah serta merta bila kapanakan mengangkat kaki saat duduk di depan mamak.

Di dalam perhelatan juga ditata adat jangan sampai masyarakat adat salah kadudukan. Bentuknya mamak tidak duduk di ujung, sumando tidak duduk di pangka.

Lebih luas dalam tata pergaulan sosial masyarakat adat, ada proporsi yakni duduk tagak sesuai dengan tata karama. Janggal seseorang duduk atau tagak di tapi labuah. Jangan duduk tagak di labuah, nanti bisa tasinggung ka nanyiak talantung ka turun. Demikian gaya tagak dan tagak itu di labuah nan golong pula (termasuk di pinggir jalan). Tagak pinggang di tapi labuah nan golong diartikan di dalam persepsi adat dengan mancari lawan. Kalau lawan dicari pasti dapaek lawan. Perinsip orang Minang, lawan indak dicari basuo pantang dielakan.

b. Taratik Bakawan

Tertib berkawan di Minangkabau mencerminkan citra kawan sejati. Dalam Islam diamanahkah innama l-mukminuna ikhwah. Dirinya sama dengan diri temannya. Lama dek awak katuju dek urang, tidak lamak dek kukuran saja, tajam sabalah, karambi nan habis. Nilai ini mengaplikasikan ajaran Islam …yuhib linafsihi (mencintai teman sama dengan diri sendiri).

Citra bakawan dalam tataran adat Minang, di antaranya malu samo ditutuik, tuah samo dicari. Kalau rugi samo mancucui, kalau balabo samo dibagi, jan diguluang surang. Barek tolong manolong. Lupo baingekan, talalok bajagokan, salah basapo tuka baasak.

Merawat citara bakawan itu di Minang, diingatkan bakawan jo rang maling tabao maling, bakawan jo rang alim tabao alim.

c. Taratik Bakato

Teknik berbicara diajarkan oleh adat, bakato marandah dan mangecek gulung-gulung lidah. Dengan siapa lawan bicara, sudah tahu lawan bicara, berbicaralah tapi tahu dengan nan ampek.

Tempat berbicara pun haras diperhatikan. Kata adat: batampek mangecek, ota lapau di lapau, ota adat dalam upacara adat. Materi bicara pun diamanahkan, hati-hati, apa yang manjadi buah kecek). Nilai ini berakar dari katao syarak: kalau mangecek ada tiga teknik dan materi serta lawan bicara. Kepada yang dimuliakan gunakan teknik kata karim (bicara yang tidak menjatuhkan martabat dan kemuliaan orang yang lebih tua dan terhormat), kata makruf (bicara benar kenal dengan lawan bicara, sehingga tidak melecehkan dan menyinggung), dan kata sadid (bicara yang halus, bening dan menyejukan semua lapisan lawan bicara). Mangango dulu baru mangecek, supaya berbicara tidak seenak perut. Mangango dulu baru mangecek sebenarnya mengidentifikasi keteladanan cara berkatanya Nabi saw dalam keyakinan syari’at: nuthqi dzikran (bila ku berbicara, berarti ku mengingat Allah). Terhindar berbohong. Orang berbohong sama bertopeng, gugup, takut, bingung kalau-kalau sikap kamuflasenya dan topengnya terbuka.

d. Taratik bajalan, kapai dan kapulang

Bajalan, pulang dan pergi adat tertib sosial masyarakat Minang. Berjalan digambarkan dalam kewaspadaan adat: enjek-enjek kaki, jan ada kesan saumpamo kacang diabuih ciek.Dalam berjalan bajalan ba nan tuo. Dalam Islam berjalan terutama berombongan minimal dua orang, harus ada yang memimpin (nan tuo, umur dan kecakapan).

Dalam berjalan, minta permisi nak daulu, kalau ingin lebih cepat. Abi cupak dek karelaan, lipuih adok jo palilisan (mendahului orang tua tanpa izin ntar kualat lu). Dalam sebuah perjalan ada yang ditinggalkan, diatur etikanya: pai jo mufakat – jansampai tak babarito. Tingga jo runding – jan sampai tak tampak punggung.

Pulang babarito. Pasti banyak yang dilihat dalam jauhnya berjalan dan banyak nan basuo. Pulang tampak muko, perlihatkan muko nan janiah dn hati nan suci. Berceritalah, jauh bajalan banyak nan basuo.

e. Taratik babuek

Babuek (bekerja) dalam tata krama adat diingatkan, jan sumbang salah, dago dagi. Jangan sampai terpanjat kayu berduri, setidaknya cemo, karena basuluah mato hari, bagalanggang mato rang banyak. Implikasinya membuat pribadi selalu bingung dan tegang. Orang, sekali loncong ke ujian seumur-umur orang tidak percaya.Untuk memelihara perbuatan, padai-padai berbuat baik, berbuat buru jauh sekali.

f. Taratik mambagi hak dan kewajiban

Nagari sudah mempunyai kewenangan dalam pemerintahannya. Kewenangan ada dua sifat, yakni otonomi murni dan sektoral. Dalam pelaksanaannya pemerintahan nagari didasarkan kepada nilai-nilai adat salingka nagari baik dalam sisteim nilai maupun secara struktural yang bapucuk bulek ke atas dan berakar kebawah.

g. Taratik mandi

Tatakrama mandi, nilai adat menanamkan ajaran antri. Bak pai orang mandi nan daulu didaulukan. Etika mandi ini dahulu terlihat citra mandi di picuran.

Berbeda mandi di tepian. Tepian itu sendiri menjadi forum mengukuhkan mungkin dan patuik. Makanya nilai mandi di tepian diajarkan adat: mandi di bawuah-bawuah (baruh) sama halnya dengan berbicara merendah :mangecek di bawah-bawah). Mandi di baruh itu ada nilai kemanusiaan. Kalau tidak mau di baruh mandi, di atas (di hulu) jangan seenaknya berak dan kencing di atas. Siapa seenaknya kencing dan berak di tepian atas, berarti tidak menghargai orang di baruh, melanggar HAM orang di baruh dan suatu pertanda orang di atas dikhawatiri imannya, karena tidak mengasihi orang lain seperti dirinya.

Mandi di tepian bakain sampiang. Kain samping itu di waktu pagi orang melihat, kalau kain samping basah dan tersampai di sampaian, tando orang di rumah itu sudah sumbayang subuh.

h. Taratik makan dan minum

Tatakrama makan minum, duduak baselo bagi laki-laki, basimpuah bagi parampuan. Mulai makan diisyaratkan kulimek (hemat). Meskipun lapar, dihindari terlihatnya citra lapa dan cangok (rakus).

Ibarat menaiki jenjang mulai dari tangga pertama. Kalau ada 7 macam makanan, mulailah mengambilnya dari sayur. Ingat ajaran Nabi Sulaiman!, membuang orang kelaut karena tatakrama makan tidak tahu, memulai mengambil sambal dari ikan.

Kapasitas makan tidak boleh israf (berlebih), sasuok duo suok kanyang. Kalau mau makan banyak dan kenyang-kenyang di rumah sendiri. Di tempat rami atau kenduri makan baradat, diutamakan basa basi. Karenanya jangan terkesan rakus dan tak tahu adat, disunatkan sebelum pergi baralek makan dahulu di rumah, supaya nafsu makan kurang dan tidak terjangkaukan tangan kepada makanan yang jauh dianggap cemo di mata orang banyak.

Minum juga demikian ada tatakrama. Kalau minum pakai tadah dan ditutup minuman untuk penghulu. Dalam kenduri kalau belum dipersilakan minum, tidak boleh minum. Kalau bertamu dan diberi minum, gelasnya pakai tadah, maka etikanya mengangkat gelas dengan tadahnya pada hirupan pertama.

i. Jago dan lalok

Tidur pun ada kearifan orang adat. Kalau mau tidur, sesuaikan panjang badan jo laweh lapiak. Lalok basamo jan mangatua (bagalung). Dicegah banyak tidur siang, atau bangun tinggi hari. Biasa jadi ocehan lalok tinggi hari (siang), ditandai sikapnya suka main enak saja. Suka mendapat saja tanpa banyak bekerja. Urang laweh pusako pamalas, urang lalok tinggi hari yang mendapat, sebuah kias.

Situasi lalok pun diberi isyarat adat. Jan lalok paruik kanyang, putih urek paruik. Jan manangkuik mati amak. Lalok sesudah makan dicap kebiasaan buruk dalam adat.

***

Betapa mempesona sikap keseharian orang Minang sebagai kelompok sosial adat dan Islam dalam tataran Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah. Pada bagian akhirnya ditegaskan, tersosialisasinya ABS-SBK ini dan menjadi kode prilaku orang Minang dalam kehidupan sehari-harinya, pastilah akan mengukuhkan citra Minang kelompok masyarakat adat dan Islam itu. Pada gilirannya cita nagari akan mudah diwujudkan: nagari aman, rakyat sanang, padi manjadi.

Agam, 06 Maret 2009

Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar